Eko wawi, wati gata, tutu botu penu bora adalah takaran sumbangan adat dan juga merupakan pengakuan atas status dalam keluarga.
Kebersamaan bukan sekedar wacana. Orang desa terutama di perkampungan Nagekeo, kebersamaan bisa dilihat dari bentuk kampung. Orang Nagekeo membedakan tempat tinggal berdasarkan lokasi. Sebesar apa pun bangunan rumah tinggal kalau berada di kebun maka disebut keka atau pondok. dan Sekecil apa pun ukuran bangunannya, selama ada di kampung orang sebut sa’o atau rumah. Karena itu kampung selalu penuh rumah-rumah.
Hidup bersama selalu mengandung tugas dan kewajiban bersama. Dalam kegiatan adat harga diri seorang ditentukan melalui partisipasinya dalam kegiatan bersama. Seorang yang tidak dilibatkan akan beranggapan bahwa dia tidak dihargai. Karena itu warga desa selalu bangga ikut terlibat dalam kegiatan adat.
Besar kecil sumbangan dalam kegiatan adat sebenarnya sudah ditentukan. Berbagai ukuran sumbangan partisipasi berdasarkan garis keturunan.
Jenis sumbangan berupa:
1. Ha eko wawi:
Kewajiban berupa seekor babi utuh dikenakan pada anak-anak dalam keluarga. Kalau ada yang bilang keluaga besar kami mempunyai kewajiban 4 ekor babi (eko wutu wawi) berarti ada empat anak sekandung.
2. Wati Gata :
Wati adalah sebuah bakul kecil bertutup seperti kotak besekan. Gata adalah sebuah bakul terbuka yang agak besar. Tambahan dalam ukuran wati gati dikenakan pada ane ana (keponakan) dan ana ghawe (anak angkat). Mereka semua diakui haknya seperti anak dalam keluarga besar.
3. Tutu botu Penu bora
Tutu botu penu bora, arti kewajiban tidak terikat sebagai tambahan atau pelengkap saja. Kewajiban ini biasa dipenuhi oleh para pendatang yang diterima sebagai bagian dari keluarga besar.
Bagi masyarakat Nagekeo melibatkan diri tidak sekedar hadir tetapi juga ikut memberi. Seorang bernilai dilihat dari apa yang dia berikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar