WELCOME TO MY LIFE

TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA,SEMOGA ANDA TEMUKAN YANG ANDA CARI,SAYA TIDAK BERMAKSUD MENGGURUI, MENUNTUN ATAU MERUBAH.. HNY INGIN BERBAGI, MENGGORES WARNA, MENGHAPUS LUKA..

14 Nov 2010

NARZISNYA SEORANG FACEBOOKER

Syahdan dalam mitologi Yunani
hiduplah seorang pemburu
tampan luar biasa bernama
Narkissos. Ketampanan telah
membuatnya menjadi seorang
yang sombong. Dia sering
menolak cinta banyak gadis
karena merasa mereka tak
sepadan dengan dirinya.
Di antara para gadis yang
kesengsem pada Narkissos,
tersebutlah seorang dewi
bernama Ekho. Suatu hari secara
diam-diam Ekho mengikuti
Narkissos yang sedang berburu
di dalam hutan. Di suatu tempat
Narkissos mendengar langkah
kaki Ekho dan berteriak, "Siapa
itu?". Ekho menjawab dengan
teriakan yang sama, "Siapa itu?".
Begitu seterusnya sampai
akhirnya Ekho menampakkan
diri dan memeluk sang pujaan
hatinya. Narkissos terkaget-
kaget dan berusaha melepaskan
diri. Dia lalu mengusir Ekho dan
meninggalkannya sendirian.
Karena merasa patah hati, Ekho
memohon bantuan pada
Nemessis, sang dewi pembalas
dendam. Nemessis mengabulkan
doa Ekho dengan mengutuk
Narkissos supaya jatuh cinta
kepada dirinya sendiri. Saat
Narkissos melihat bayangan
dirinya di sebuah kolam, tak
henti-hentinya dia mengagumi
sosok yang dipantulkan oleh air.
Terus menerus seperti itu
hingga ajal menjemputnya. Usai
kematiannya, Narkissos lalu
menjelma menjadi setangkai
bunga, Bunga Narsis.
Kisah Narkissos inilah yang
melatarbelakangi penggunaan
kata "narsisisme" dalam ilmu
psikologi modern. Definisi bebas
dan singkat dari narsisisme
adalah rasa cinta berlebihan
terhadap diri sendiri. Manusia
yang mengalaminya disebut
"narsisis", tapi orang Indonesia
yang amat suka dengan
singkatan biasa menyebutnya
"narsis" saja. Dalam psikologi
modern, mereka digolongkan
sebagai pengidap Narcissistic
Personality Disorder (NPD).
NPD bukanlah penyakit.
Gangguan kejiwaan ini
terbentuk dalam diri seseorang
oleh lingkungan terdekatnya
sejak masih kecil. Orangtua yang
terlalu memanjakan anak-
anaknya, perfeksionis dan
memaksakan nilai-nilai tertentu
pada mereka, ditengarai sebagai
penyebabnya. Faktor lainnya
adalah pelecehan emosional,
pujian berlebihan ketika si anak
berkelakuan baik dan memaki-
maki saat si anak melakukan
kesalahan sepele.
Menurut bapak psikologi modern
Sigmund Freud, sebetulnya
manusia dilahirkan tanpa rasa
ego, apalagi narsis. Ego
berkembang dalam masa kanak-
kanak ketika orangtua atau
keluarga terdekatnya
mengajarkan nilai-nilai standar
yang mereka anut. Mereka
berharap anaknya memiliki ideal
ego, sebuah citra pribadi yang
sempurna.
Para narsis mudah dikenali dari
perilakunya. Umumnya mereka
bersifat ego-sentris, merasa
dirinya paling hebat, paling
tampan atau paling cantik.
Mereka sering memonopoli
pembicaraan, anti kritik dan
meyakini bahwa orang lain iri
dengan kehebatan mereka.
Mereka tampil perfeksionis di
muka umum demi mendapatkan
pujian, tapi merasa diri tak
berharga saat menyendiri. Itulah
sebabnya kenapa mereka sangat
menyukai keramaian, baik di
ruang-ruang fisik maupun
virtual seperti Internet.
Maraknya situs-situs jejaring
sosial atau pertemanan di
Internet seperti Facebook
bagaikan menghidupkan kembali
"gen-gen" narsisme dalam diri
manusia. Hasil penelitian yang
dirilis dalam jurnal
"Cyberpsychology, Behaviour
and Social Networking" seperti
dikutip The Daily Mail September
lalu mengungkapkan bahwa
menggunakan Facebook (FB)
seperti memandang diri sendiri
pada cermin. Mereka yang
menghabiskan waktu
memperbarui profilnya di
Facebook kemungkinan besar
adalah para narsis, kata para
ilmuwan.
Menurut penelitian tersebut,
Facebook menyediakan
perangkat ideal bagi para narsis
untuk memonitor penampilan
mereka. Mereka suka
menghitung berapa banyak
"teman" yang mereka miliki
meski hubungan pertemanan itu
bersifat "dangkal".
Para ilmuwan yang terlibat
dalam penelitian itu
mewawancarai 100 mahasiswa
yang terdiri dari 50 pria dan 50
wanita berusia 18-25 tahun
tentang kebiasan "ngeFBe"
mereka. Mereka diuji dengan
serangkaian tes psikologi untuk
mengetahui tingkat narsisme.
Ternyata mereka yang lebih
sering memeriksa laman
Facebook-nya memiliki skor
narsisme lebih tinggi ketimbang
yang lain. Penelitian juga
menemukan bahwa facebooker
yang "kurang pede" ternyata
lebih sering mengunjungi FB
dibanding rekan-rekannya.
Ilmuwan Soraya Mehdizadeh
mengatakan bahwa banyak
orang mungkin tidak happy
dengan temuan mereka. "Saya
pikir orang akan bersifat
defensif tentang hal ini,
misalnya (dengan
mengatakan)'Saya
menggunakan Facebook bukan
karena itu', sebab itulah label
(narsisme) yang tak ingin
ditempelkan pada Anda."
Memang sih, kenarsisan yang
dibingkai pertemanan sering
kita jumpai di FB. Ada
facebooker yang di setiap
kesempatan meng-update
statusnya atau menggonta-
ganti avatar (foto profil). Status
yang ditulisnya seringkali adalah
hal-hal sepele yang "nggak
penting-penting banget" buat
orang lain.
"Ritual" ini dilakukannya kapan
dan dimana saja. Pokoknya,
segala hal yang dia rasa perlu
diberitakan, langsung
ditumpahkan di status FB-nya.
Entah karena nalurinya sebagai
reporter atau hanya karena
takut info yang didapatnya
keduluan oleh yang lain. Cuma
satu yang ada di pikirannya:
statusnya harus "deadline every
minute". Harapannya, halaman
dindingnya akan ramai
dikomentari oleh teman-
temannya.
Tapi ssstt... tunggu dulu,
ternyata ada "pesan peringatan"
buat mereka yang doyan meng-
update statusnya. Pesannya
lumayan mengagetkan:
seseorang yang sangat
bergantung pada FB cenderung
tidak mempunyai teman lagi di
dunia maya. Koq bisa? Karena
sobat-sobatnya mulai risih dan
bosan dengan statusnya yang
terus diupdate setiap waktu.
Mereka cenderung tak lagi
mempedulikan status si pecandu
FB, bahkan akan segera
menghapusnya dari daftar
teman.
Sungguh, ini cerita bukan datang
dari gosip infotainmen di layar
kaca, tapi berasal dari Denver
Business School, Universitas
Colorado AS, yang juga
melakukan penelitian terhadap
para pengguna FB. Christopher
Siboa, seorang peneliti dari
universitas itu menganalisa
sekitar 1.500 akun FB hanya
untuk mencari tahu apa alasan
utama orang tidak ingin
berteman lagi dalam jejaring
sosial itu.
Hasilnya menunjukkan bahwa
sebagian orang bosan berteman
dalam FB dikarenakan sangat
risih membaca status sepele
yang ditulis seseorang di
halaman profil-nya. Hal-hal
remeh-temeh yang bikin jenuh
itu misalnya soal "menu
sarapan", "perjalanan ke kantor"
atau soal gosip "selebritis
favorit". Selain yang disebutkan
tadi, terpampangnya status
tentang politik atau agama,
serta komentar-komentar yang
bernada rasis dan kasar
termasuk yang "bikin gerah"
hubungan pertemanan.
Uniknya, lanjut Siboa, orang
justru tidak merasa terganggu
jika namanya dihapus sebagai
sahabat dalam situs pertemanan
sosial tersebut. Siboa juga
mengatakan bahwa belakangan
ini, perusahaan atau calon
majikan yang akan mencari
karyawan dapat mengetahui
kepribadian mereka melalui
status yang mereka buat di
jejaring sosial tersebut.
Komentar-komentar yang
"nyeleneh" dapat dipandang
sebagai hal yang negatif oleh
calon atasan.
Facebook memang selaksa
semburan "bisa ular beludak".
Betapa tidak? Racunnya
sanggup menghipnotis otak
para penggunanya untuk
bergeming di depan layar
monitor. Mau bukti? Sekarang
ada 500 juta pengakses jaringan
ini di seluruh dunia.
Menurut data yang dirilis
CheckFacebook, per 12 Oktober
2010, pengguna Facebook di
Indonesia sudah mencapai
27.953.340. Dan situs pengamat
internet Alexa menempatkan
Facebook di posisi pertama
peringkat situs yang paling
sering diakses dari Indonesia,
melampaui peringkat Google dan
Yahoo!.
Efeknya tak hanya dirasakan
orang-orang kantoran
berparfum wangi semata, anak
sekolah berseragam pun
"terpasung" dengan jaringan
pertemanan yang diciptakan
oleh Mark Zuckerberg itu. Bahkan
konon para pekerja seksualpun
sekarang bisa "memantau"
pelanggan hanya dengan satu
sentuhan jari lentik di ponsel
mereka.
Ah, semoga jutaan orang yang
masih asyik menikmati keajaiban
"Si Buku Tampang" itu bukanlah
Narkissos yang dikutuk oleh
Nemessis sebagai pencinta
bayangannya sendiri...

Tidak ada komentar:

Pages

Template by : kendhin x-template.blogspot.com