Melalui
simbol-simbol upacara, pesan-pesan, ajaran-ajaran, nilai-nilai etis dan norma -
norma yang berlaku dalam masyarakat dapat disampaikan kepada semua warga masyarakat.
Bagi generasi muda hal ini
perlu dihayati dalam mempersiapkan diri menjadi dewasa.
Dalam hubungan dengan upacara tradisioanal yang merupakan bagian integral dari kebudayaan,
maka dalam tulisan ini saya akan
membahas upacara tradisional yang ada di Kabupaten Nagekeo. Tulisan ini menyoroti
salah satu dari upacara tradisional yaitu upacara Koa
Ngi’i ” (potong gigi) yang umumnya dikenakan pada setiap wanita yang akan menginjak
masa remaja dimana dengan upacara ini wanita tersebut dinyatakan telah dewasa
dilihat dari segi adat..
Dalam hal ini lebih ditunjukan kepada wanita yang
belum bekeluarga. Makna diadakannya upcara Ko’a
Ngi’i adalah pengakuan
dari masyarakat bahwa wanita ini telah sah dinyatakan dewasa secara adat.
selain itu juga agar terhindar dari tuntutan adat atau hukuman dari hukum adat
yang ada. Budaya Nagekeo menekankan bahwa untuk memasuki suatu perkawinan perlu
ada persiapan baik biologis, ekonomi dan social. Bagi orang Nagekeo,
seorang yang akan menikah haruslah orang yang sudah akil balig. Untuk
menandakan seseorang sudah akil balik ada upacara “gedho logo” (sunat
bagi anak laki-laki) dan “koa ngi’i” potong gigi bagi anak perempuan.
Khusus anak perempuan, bila belum potong gigi ternyata hamil maka menurut kepercayaan setempat akan menimbulkan kemarau panjang. Dan bila ada kemarau panjang kemudian ketahuan ada anak gadis yang hamil yang melanggar adat yang disebut “sala we’e ngi’i bha” (melakukan hubungan seks sebelum potong gigi) maka dia akan dipanggil (diteriaki) pada malam hari oleh orang dari kampung lain dengan menyebutkan nama orang yang bersalah dan mereka harus memotong kerbau sebagai denda adat agar hujan segera turun.
Upacara ini sangat menarik untuk dibahas karena dalam upacara tersebut banyak hal yang belum diketahui oleh masyarakat khususnya kaum muda sekarang ini. Hal-hal yang perlu diketahui oleh masyarakat khususnya kaum muda seperti kata-kata adat, alat-alat yang harus disediakan, siapa saja yang boleh ikut dalam upacara tersebut, waktu pelaksanaanya, tempat pelaksanaanya. Selain itu juga upacara Ko’a Ngi’i mulai pudar dengan masuknya budaya-budaya luar. Sadar akan pentingnya hal tersebut di atas maka penulis merasa perlu untuk mengangkat upacara “upacara Koa Ngi’i”.”koa ngii”, dahulu sangat ketat dilaksanakan tetapi sekarang ini jarang sekali orang melakukannya. Padahal ini penting untuk menandakan bahwa orang baru boleh menikah setelah siap secara biologis. Soal teknik potong giginya barangkali yang perlu disesuaikan dengan pertimbangan-pertimbangan kesehatan dan situasi zaman sekarang.
Upacaranya sendiri sebenarnya harus tetap dijalankan, karena ada nilai yang mengajarkan seseorang baru berumah tangga setelah cukup umur, ada nlai-nilai budaya penghormatan terhadap lingkungan dan menghargai norma dan tata nilai adat yang baik.
Pengaruh modernisasi, memang membawa perubahan dalam bebagai aspek kehidupan manusia. Bahwa modernisasi disebabkan karena adanya inovasi teknologi, urbanisasi dengan kontak kebudayaan luar sehingga merubah cara berpikir atau ide dan nilai dari metafisik kepositifan dan empiris serta rasional. Dengan kata lain perubahan ini mengandung impilikasi pada perubahan kebudayaan khususnya pada pelaksanaan upacara tradisional, dimana mereka mulai berpikir secara nalar dan rasional sehingga dapat membawa perubahan dalam melaksanakan upacara tradisional tersebut, mereka mulai mengatur hidupnya secara sistematis, rasional, praktis termasuk dalam usaha ekonomi. Hal ini berarti pelaksanaan upacara tradisonal mulai diperhitungkan dalam masalah biaya, waktu dan tenaga. Demikian pula upacara Koa Ngi’i yang akhir-akhir ini sudah mulai kurang dilaksanakan. Hal ini disebabakan karena dalam melaksanakan upacara tersebut membutuhkan banyak biaya seperti hewan kurban dan juga bahan-bahan lain yang dibutuhkan untuk kelancaran upacara tersebut.
Khusus anak perempuan, bila belum potong gigi ternyata hamil maka menurut kepercayaan setempat akan menimbulkan kemarau panjang. Dan bila ada kemarau panjang kemudian ketahuan ada anak gadis yang hamil yang melanggar adat yang disebut “sala we’e ngi’i bha” (melakukan hubungan seks sebelum potong gigi) maka dia akan dipanggil (diteriaki) pada malam hari oleh orang dari kampung lain dengan menyebutkan nama orang yang bersalah dan mereka harus memotong kerbau sebagai denda adat agar hujan segera turun.
Upacara ini sangat menarik untuk dibahas karena dalam upacara tersebut banyak hal yang belum diketahui oleh masyarakat khususnya kaum muda sekarang ini. Hal-hal yang perlu diketahui oleh masyarakat khususnya kaum muda seperti kata-kata adat, alat-alat yang harus disediakan, siapa saja yang boleh ikut dalam upacara tersebut, waktu pelaksanaanya, tempat pelaksanaanya. Selain itu juga upacara Ko’a Ngi’i mulai pudar dengan masuknya budaya-budaya luar. Sadar akan pentingnya hal tersebut di atas maka penulis merasa perlu untuk mengangkat upacara “upacara Koa Ngi’i”.”koa ngii”, dahulu sangat ketat dilaksanakan tetapi sekarang ini jarang sekali orang melakukannya. Padahal ini penting untuk menandakan bahwa orang baru boleh menikah setelah siap secara biologis. Soal teknik potong giginya barangkali yang perlu disesuaikan dengan pertimbangan-pertimbangan kesehatan dan situasi zaman sekarang.
Upacaranya sendiri sebenarnya harus tetap dijalankan, karena ada nilai yang mengajarkan seseorang baru berumah tangga setelah cukup umur, ada nlai-nilai budaya penghormatan terhadap lingkungan dan menghargai norma dan tata nilai adat yang baik.
Pengaruh modernisasi, memang membawa perubahan dalam bebagai aspek kehidupan manusia. Bahwa modernisasi disebabkan karena adanya inovasi teknologi, urbanisasi dengan kontak kebudayaan luar sehingga merubah cara berpikir atau ide dan nilai dari metafisik kepositifan dan empiris serta rasional. Dengan kata lain perubahan ini mengandung impilikasi pada perubahan kebudayaan khususnya pada pelaksanaan upacara tradisional, dimana mereka mulai berpikir secara nalar dan rasional sehingga dapat membawa perubahan dalam melaksanakan upacara tradisional tersebut, mereka mulai mengatur hidupnya secara sistematis, rasional, praktis termasuk dalam usaha ekonomi. Hal ini berarti pelaksanaan upacara tradisonal mulai diperhitungkan dalam masalah biaya, waktu dan tenaga. Demikian pula upacara Koa Ngi’i yang akhir-akhir ini sudah mulai kurang dilaksanakan. Hal ini disebabakan karena dalam melaksanakan upacara tersebut membutuhkan banyak biaya seperti hewan kurban dan juga bahan-bahan lain yang dibutuhkan untuk kelancaran upacara tersebut.
“adat adalah aturan atau
tata tertib yang dipakai untuk mengatur segala relasi antara manusia serta
antara manusia dengan arwah para leluhurnya”. Dengan melihat kedua pendapat di
atas maka didalam upacara Koa
Ngi’i juga harus dilakukan dengan berbagai macam
persiapan dan juga harus meminta do’a dari arwah para leluhur agar
pelaksanaanya dapat berjalan dengan baik.
PROSES BERJALANNYA RITUAL KOA NGI'I..
Menjadi seseorang yang dikatakan dewasa memang diperlukan sebuah proses yang panjang, entah itu dimulai dari proses meningkatnya usia sampai sikap dan cara berpikir. Seperti di Kabupaten Nagekeo, kedewasaan seorang perempuan harus melalui sebuah proses adat. Proses pendewasaan seorang perempuan harus melalui sebuah ritual potong gigi. ritual ini biasa dilakukan pada rentang usia pra remaja atau remaja, tergantung pada kemampuan orang tua anak. Ritual ini sebagai salah satu pelengkap dalam proses menuju jenjang pernikahan...
Sebelum menuju acara potong gigi, pihak keluarga harus melaksanakan sebuah ritual lagi yaitu, mengantar sesajian kepada leluhur. Sesajian biasanya terdiri dari nasi, daging, sirih pinang dan moke. Sesajian ini sebagai bentuk ucapan syukur kepada leluhur sekaligus memohon berkat untuk penyelenggaraan acara.
wanita yang akan di potong gigi akan disuru berbaring dengan mengenakan kain adat setempat. Tidak lama kemudian, tidak lama kemudian seorang sebagai petugas potong gigi mendekat dan memegang rahang sang wanita sambil meminta untuk membuka mulut.
Sebuah batu asah kecil langsung ditancapkan ke gigi.biasanya kontan
saja wajah meringis dan mengeluarkan rintihan menahan ngilu
ketika batu asah tersebut digosok berulang-ulang kali.
Setelah dirasa permukaan gigi telah rata, kemudian di serahkan untuk diobati. Disini pengobatan hanya mengandalkan
ramuan ala kampung berupa buah pinang yang masih mentah. diharuskan mengunyah buah pinang tersebut beberapa kali sekedar
menghilangkan rasa ngilu.
Inilah puncak dari semua rangkaian pendewasaan perempuan Kabupaten Nagekeo. Ritual ini mengandung makna bahwa anak
tersebut telah dewasa dalam hukum adat. suatu saat jika sampai pada usia
siap pinang, hukum adat sudah merestui jika ada lelaki yang datang
meminang,
Sebelum menuju ritual ini, pihak keluarga harus menjalani
beberapa rangkaian acara adat. Malam sebelumnya, pihak keluarga maupun
undangan akan melaksanakan tandak. Mereka mulai menari, bernyanyi dan
berpantun mengelilingi api unggun sambil berpegang tangan.
Syair-syair dalam irama tandak mengisahkan tentang arwah nenek moyang dan sejumlah ajaran-ajaran adat dalam kehidupan. Sesekali diselingi dengan pantun yang di ucapkan secara berbalasan dari kaum perempuan dan laki-laki. Isi pantun kadang bernada humor, yang mengundang gelak tawa dari para penonton. Untuk menambah semangat, seorang petugas akan terus menghidangkan sirih pinang dan moke, minuman khas nagekeo kepada para peserta tandak
Tidak lama kemudian, wanita yang akan potong gigi diboyong oleh orang tuanya untuk disertakan dalam tandak. Disini sang anak harus menggunakan busana adat dan menutup mulutnya dengan selempang. Selama mengikuti proses ini, anak tersebut senantiasa mendapatkan pengawasan dari pihak keluarga untuk tidak berkomunikasi secara langsung dengan siapa saja. Dalam acara tandak, sang anak hanya diberikan kesempatan lima kali berputar mengelilingi api unggun bersama peserta tandak yang lain. Kemudian kembali di boyong ke kamar untuk beristirahat. Acara tandak berlangsung non stop semalam suntuk. Seiring mentari terbit, acara tandak pun bubar.
Ketika tiba sampai puncak acara, sang anak dituntun keluar rumah oleh
orang tuanya. Proses potong gigi harus dilaksanakan dirumah tetangga
yang masih memiliki hubungan keluarga. Namun, sebelum rombongan menuju
rumah tetangga, terlebih dahulu anak diberkati dengan sapaan adat oleh
salah satu tetua adat. Sapaan adat diikuti dengan percikan beras
sebanyak lima kali ke arah anak. Ritual pemberkataan ini di sebut “Resa
Kuras”. Setelah itu, sang anak akan di ayun oleh ayahnya sebanyak lima
kali diatas seekor babi yang diletakan di depan rumah. Pada hitungan
yang kelima, anak tersebut di ayun melewati babi dan siap berjalan
menuju rumah tetangga tempat dilaksanakannya ritual potong gigi. Di
rumah tersebut sudah menanti petugas potong gigi yang telah siap dengan
sebuah batu asah kecil. Petugas ini harus berasal dari anggota keluarga.
Seluruh rangkaian acara ini boleh dibilang memerlukan biaya yang tidak
sedikit. Biasanya jauh-jauh hari pihak keluarga sudah menyiapkan segala
kebutuhan acara, mulai dari hewan sapi, kerbau, babi dan kambing yang
siap di korbankan untuk makan bersama. Bagi orang tua anak, persiapan
acara ini mungkin bisa tertolong dengan bingkisan-bingkisan yang di bawa
oleh para undangan. Namun, pihak orang tua pun harus memikirkan untuk
bagaimana membalas kembali bingkisan-bingkisan tersebut. Karena sudah
menjadi tradisi, pihak keluarga selaku undangan yang membawa bingkisan
berupa tikar, bantal ataupun beras akan menerima balasan berupa kambing
ataupun babi. Sebaliknya, yang membawa bingkisan babi ataupun kambing
akan menerima balasan tikar ataupun beras.
Bagaimanapun, dibalik semua proses acara yang panjang dan membutuhkan biyaya yang tidak sedikit ini, terselip perasaan
lega dan bangga. Setidaknya, tanggung jawab orangtua dalam hukum adat
telah dilaksanakan, walaupun secara ekonomis biaya yang dikeluarkan
cukup besar...
TAMBAHAN : ACARA POTONG GIGI ADA SEDIKIT PERBEDAAN ANTARA MASING-MASING DAERAH DI NAGEKEO YANG MENJALANKAN TRADISI INI, BEGITU PUN SEBUTAN ATAS RITUAL INI... ADA YANG MENYEBUTNYA KOA NGI'I UNTUK WILAYAH BOAWAE DAN "Sorongi'is" UNTUK WILAYAH MAUPONGGO, SECARA UMUM PROSESNYA MEMPUNYAI KEMIRIPAN...
terima kasih semoga bermanfaat....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar