WELCOME TO MY LIFE

TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA,SEMOGA ANDA TEMUKAN YANG ANDA CARI,SAYA TIDAK BERMAKSUD MENGGURUI, MENUNTUN ATAU MERUBAH.. HNY INGIN BERBAGI, MENGGORES WARNA, MENGHAPUS LUKA..

26 Okt 2010

PEO LAMBANG PEMERSATU MASYARAKAT NAGEKEO

Peo mempunyai arti dasar
yaitu mengelilingi atau
mengitari. Karena itu kalau
orang mengatakan semua
bersumber atau
mengharapkan dari satu
orang, maka orang Keo
mengatakan hanya
mengitari satu saja (peo pu
tungga woe ha nggae).Peo
adalah sebuah monumen
yang melambangkan
kesatuan adat suatu
masyarakat keo. Bentuk
bangunan peo sangat
sederhana. Yaitu berupa
tiang kayu yang bercabang
dua. Jenis kayu yang dipilih
ialah kayu embu, saya tidak
tahu nama Indonesianya,
tetapi batang kayu ini
berbunga kuning, berbuah
polong berkulit hitam. Pohon
ini bisa tumbuh di atas lahan
yang sangat kritis.
Enda atau Yenda adalah
sebuah bangunan tempat
pemujaan dan membawa
persembahan kepada
leluhur. Biasa disebut sao
enda, sao yenda. Disebut
sa’o karena merupakan
bangunan rumah. Bangunan
dibuat terpisah dari Peo
berupa tonggak kayu
bercabang dua (kaju saka
rua). Diatas ujung cabang
tiang kayu biasa di
tempatkan patung burung,
memperlihatkan kekuatan
merangkul. Dalam rumah
Enda biasa ditempatkan
patung kuda dari kayu. Yang
menonjol dari patung ini
adalah ada manusia yang
menungganginya (ana jeo)
dan kejantanan kuda
ditonjolkan dengan alat
kelamin kuda jantanyang
panjang. Badan kuda dihiasi
dengan ukiran bersahaja,
dengan menempelkan
pecahan kaca atau manik-
manik pada patung kayu.
Saat ini Peo dan enda
disatukan. Contoh seperti
Peo di Kayo, Maukeli,
Kecamatan Mauponggo. Satu
rumah kerucut langsung
dibangun melindungi
monumen kayu (Peo). Masa
lalu ketika belum mengenal
semen, semuanya dibangun
sangat bersahaja dengan
ditancapkan dalam tanah.
Karena itu daya tahan peo
sangat terbatas. Akibatnya
selalu ada usaha untuk
membangun kembali
monumen tersebut.
Perkampungan adat
biasanya terdiri dari orang-
orang yang mempunyai
pertalian keluarga. Rumah
pertama yang menjadi
tempat asal usul keturunan
dijadikan sebagai rumah
induk. Perkampungan adat
Keo biasanya dibuat segi
empat, yang membuat
mereka membagi kampung
menjadi : atas (rede udu)
bawah (ridi eko) sebelah
timur (bhisu mena) dan
sebelah barat (bhisu
rade).Kampungan Wajo, di
kecamatan Keo Tengah
mungkin merupakan
kampung yang paling unik .
Rumah-rumah mengitari
atau melingkari
Peo.Perkembangan keluarga
berjalan terus. Kampung
baru harus dibangun sejalan
dengan pertumbuhan
penduduk. Maka ada
pertumbuhan kampung baru
yang disebut ‘boa”(mbo’a).
Boa adalah kampung baru
(nua muri). Karena itu semua
kampung yang mempunyai
sebutan muri (baru)berarti
merupakan sebuah
pemekaran kampung.
Suatu keluarga besar yang
telah berkembang biak dan
menjadi suatu kesatuan
secara perlahan
memperlihatkan
kemandirian. Dalam berbagai
urusan mereka memiliki
otonomi untuk mengatur
serta mengurus semua
kepentingan bersama.
Mereka memiliki wilayah
hukum sendiri. Pernyataan
kemandirian dinyatakan
dengan membangun tanda
atau lambang persatuan
dalam sebuah wilayah yang
secara otonomi mengatur
hidup matinya keluarga
besar. Mereka mempunyai
sebuah sistim pemerintahan
adat sendiri. Peraturan-
peraturan adat timbul dari
kebiasaan-kebiasan keluarga
besar yang diwariskan
secara turun temurun.
Peraturan tidak tertulis
tetapi diteruskan secara
turun temurun dan berlaku
sesuai dengan masalah yang
dihadapi. Sebuah keputusan
sebagai solusi adat dalam
satu kasus bila dianggap
baik dan berlaku apabila
masyarakat menerimanya.
Banyak peraturan adat
timbul dalam acara duduk
makan bersama (nado
mere). Pembicaraan adat
biasa timbul pada saat para
pemuka adat (mosa daki/
mosa laki) berkumpul
bersama untuk
menyelesaikan satu masalah.
Masalah-masalah adat , yang
berkaitan dengan peraturan
adat berupa adat
perkawinan, kelahiran,
kematian , pembangunan
rumah baru, membuka
kebun baru (woka) dan
sanksi atas penyimpangan
atau pelanggaran dalam
adat istiadat kehidupan
bersama. Berbagai kearifan
adat tumbuh sejalan dengan
perkembangan masyarakat
adat.
Peo paling baru di pesisir
selatan Nagekeo adalah peo
di kampung Kayo, Maukeli,
Kecamatan Mauponggo.
Kampung ini dulunya dihuni
oleh orang Bengga, yang
kemudian berkembang biak
dan memiliki tradisi. Setelah
merasa sangat kuat, mereka
merasa perlu untuk
mengukuhkan kemandirian
mereka dengan mendirikan
Peo. Dengan adanya peo,
mereka mempunyai hak
otoritas independen untuk
mengatur dan mengurus
rumah tangga hidup
bersama sebagai satu
komunitas yang
mempunyai kedaulatan
hukum adat.

Tidak ada komentar:

Pages

Template by : kendhin x-template.blogspot.com