WELCOME TO MY LIFE

TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA,SEMOGA ANDA TEMUKAN YANG ANDA CARI,SAYA TIDAK BERMAKSUD MENGGURUI, MENUNTUN ATAU MERUBAH.. HNY INGIN BERBAGI, MENGGORES WARNA, MENGHAPUS LUKA..

23 Jun 2017

SELAMAT JALAN KEKASIHKU, SELAMAT DATANG DIINGATANKU

Sudah akhir bulan Ramadhan berlalu dan belum kutemui wajah manismu mengendap di cangkir kopiku. Tidak ada kemungkinan yang bisa kutakar dari kenangan. Hari berlalu sebagai kesibukan yang menyublim bersama udara untuk menyatu bersama namamu yang masih kuhirup dari masa lalu. Berputar namun tak bergerak. Kau masih menjadi poros dari setiap langkahku yang mulai terbiasa menempuh perjalanan tanpa haluan. Sampai di suatu senja aku teringat es kopi yang diikat karet merah muda sebagai menumu buka puasa, dengan cinta yang kita nikmati dari sedotan yang sama...

Kopi malam ini, pahit yang selalu menemani.

Kubiarkan diriku memaku di hadapan jendela, menatap pola kopi yang tertinggal di bibir gelas, sembari mendoakan tanya dalam pilu.
Apa kabar, kamu?

Di antara lampu kendaraan yang melintas dari balik jendela, aku teringat lingkar tangan kirimu yang memeluk pinggangku pada saat mencari tempat yg pas untukmu berbuka. Tangan kananmu bergerak bebas. Mencubit lenganku, memukul pelan kepalaku dari belakang, juga menunjuk ke sudut-sudut jalan sambil kita berdebat kemana kita akan berhenti. Jujur, bersamamu yang kuinginkan hanyalah melaju. Kemana saja, asal telinga dan mataku berhias senyum dan tawamu. Lalu rengekanmu membuyarkan lamunan dan aku memutuskan untuk menemanimu berbuka di pinggir jalan, sembari menghitung daun-daun gugur dan menikmati kepak sayap burung menghias surya yang tenggelam. Apakah takjil favoritmu masih sama? es buah tanpa irisan roti? Yang dulu pernah kita nikmati, yang kini aku kenang sendiri...

Malam pun kembali menyembunyikan bintang, menandai kau sebagai pusat terang. Menyala di hatiku, hangat, mencairkan rindu yang lama membeku. Mengulang semua cerewetmu sehabis berbuka di kedai kopi kita berbagi bahagia. Membahas gula yang kurang  disetiap cangkir kopiku, atau antrian di tukang es yang lebih panjang dari oktaf suaramu. Kau masih menyanyi, kan? Jangan berhenti, ya. Aku suka mendengar sayup nyanyianmu yang membuatku tetap terjaga saat kita membelah bising jalanan.

Kemudian kau kembali mencubit lenganku berulang kali, memencet hidungku, dan menatap tajam kedua mataku untuk menyampaikan pesan jangan lagi terlambat menjemputmu saat sahur. Aku cuma bisa tertawa menanggapi ketusmu itu, lucu. Entahlah, aku selalu suka melihatmu cemberut. Kau jadi lebih lepas bercerita tentang banyak hal, diselipi tawa yang memenuhi ruangan, kau adalah ratu yang setiap tingkah lakunya selalu kuterima menetap di singgasana. Sebelum akhirnya aku tersadar pipimu yang menggembung saat cemberut itu kini sudah mendarat di telapak tangan yang baru.

"Di sini, kembali, 
kau hadirkan ingatan
yang seharusnya kulupakan,
dan kuhancurkan adanya..."

Bersama secangkir kopi aku menulis kisah ini sebagai ucapan selamat atas rencana pernikahanmu yang tinggal menghitung hari. Terima kasih sudah memberiku ingatan Ramadhan terbaik di masa muda, dan semoga di peluknya kelak kau tetap bisa berbagi kisah. Karena cerewetmu itu yang membuatku betah menikmati waktu.
Semoga kekasihmu mampu memilihkan kopi yang tepat untuk menjadi minuman favoritnya, sebab rasa kopiku yang kau seguhkan, lebih pahit dari empedu.

"Selamat jalan kekasihku, selamat Datang diingatanku"

8 Mei 2017

SEGERA LUPA

Secangkir penyesalan tengah aku paksa memenuhi tenggorokan sebagai perayaan kepergianmu di lain pelukan. Sendiri, meresapi manis yang menguap sebelum tertelan. Membaca satu per satu kebahagiaanmu kini bersamanya, mensyukuri sedikit senyum yang pernah ada.

Waktu yang bersaksi akan sungai deras yang mengalir di pipi, menikmati kecewa bersanding sepi. Sore ini aku ingin minta maaf, bahwa melupakanmu aku belum bisa, dan hatiku masih saja mengeja namamu sebagai satu-satunya rasa.

Dengamu, jatuh cinta adalah kematian yang tinggal menunggu diresmikan Tuhan untuk dikebumikan.

Detik memaksa ingatan untuk bertanya. Menagih candu yang dulu begitu mudah aku menerima, kini kabarmu hanya rintihan duka yang menyimpul di batas hampa. Memukul kepalaku, lebam jiwaku.

Ingin aku pergi mencintai ribuan hati, tetapi semua tentangmu masih saja mengitari. Bayangkan, betapa menyedihkan mencintai tanpa kerelaan, sehingga lebih baik aku menikmati sakit hingga batas perpisahan.

Denganmu, jatuh cinta adalah kematian yang tinggal menunggu waktu.

Sekarang senja hanya menyajikan rona derita, membiaskan warna tanpa cerita. Terseret aku memendam lara pada kebisuan dengan air mata bermekaran. Aku masih bisa, aku masih kuat mencintaimu walau sudah sangat jelas yang kau pilih bukan aku.

Bahkan kesibukanku masih saja merajut rindu dan memintal doa untuk kau kenakan, menjagamu dengan hangat walau dari kejauhan. Dengan sangat sadar dan mengerti, pelukannya lebih istimewa dan bukan sekadar mimpi.

Denganmu, jatuh cinta adalah bahagia yang manisnya terpaksa.

Aku mendambamu bagai deru angin yang mengeringkan keringat, nikmati saja kesegarannya biar jemari pasanganmu yang menjadi sapu tangannya. Remuk jantungku, anggaplah biasa. Namun, jika sampai hilang lingkar peluknya, berdebar dan khawatirlah. Sebab dia bukan aku, yang dengan sangat sadar melukai diri untuk tetap mencintaimu.

Sehat-sehatlah selalu, makan teratur, dan tersenyumlah untuk geliat manja di dalam perutmu. Rumahmu akan dihinggapi malaikat, sambutlah dengan suka cita dan rayakan dengan meriahnya doa.

Bahagiakan dia seperti pasanganmu membahagiakanmu, ajari dia cara tertawa seindah sungging senyumanmu. Kelak aku akan menghampiri dia, bercerita tentang betapa susahnya aku mendapatkanmu.

Karena, denganmu, jatuh cinta adalah keikhlasan terpenjara walau kepadaku yang kau sajikan hanya duka lara.

Pages

Template by : kendhin x-template.blogspot.com